Scrolling media sosial memang kegiatan yang menyenangkan bahkan kadang membuat kita lupa waktu. Hingga jari saya berhenti di salah satu postingan seorang penyanyi remaja bernama Zara Leola. Saya pun tahu Zara adalah anak dari musisi Enda Ungu. Ketertarikan saya akhirnya membuat saya kepo hingga menuntun jari saya untuk menuliskan nama akun instagram Zara di kolom pencarian.
Tak lama setelah jari saya berselancar di profil instagram Zara, saya menemukan postingan kolaborasi Zara bersama ayahnya yang mengisi posisi instrumen gitar. Lagu kolaborasi anak dan ayah itu berjudul Good Waste of Time. Dari irama dan melodi saya tahu lagu ini adalah lagu galau. Merasa relate dengan kondisi hati saya, tanpa pikir panjang saya cari lagu itu di Youtube. Saya ulang-ulang lagu yang baru dikeluarkan tahun ini tersebut dengan pemaknaan lebih dalam. Semakin saya cermati makna lirik lagu yang ditulis indah dalam bahasa Inggris oleh Zara dan Eka Gustiwana itu semakin relate dengan hati saya yang sedang galau.
Menurut saya, Zara di lagu tersebut cukup dewasa. Di mana ia mengajak orang-orang untuk menerima dan menjalani keadaan khususnya episode tentang patah hati dengan lapang dada. Tidak apa-apa jika kita tak mendapatkan apa yang kita inginkan meskipun banyak perjuangan yang sudah kita lakukan demi sebuah hubungan. Bagaimana pun keadaan tersebut dapat memberikan pelajaran di dalam hidup kita bila dilihat dari perspektif yang berbeda.
Proses Menerima Butuh Waktu
Sayangnya, proses penerimaan tidak secepat kita membalikkan telapak tangan. Tidak pula seringan kapas kalau ditimbang. Dikutip dari psikogenesis.com, dr Elisabeth Kubler Ross dalam bukunya yang berjudul On The Death and Dying (1969) menyebutkan tahap kesedihan hingga akhirnya dapat diterima oleh manusia. Lima tahapan itu dimulai dari denial, anger, bargaining, depression, hingga acceptance.
Proses denial adalah proses di mana kita menolak hal buruk atau hal yang tidak kita inginkan terjadi, misalnya putus cinta. Bahkan di proses ini kita bisa berpura-pura bahwa keadaan baik-baik saja seolah tidak terjadi apa-apa. Setelah kita menyadari ada sesuatu buruk terjadi, maka kita akan marah. Proses anger menjelaskan bahwa kemarahan yang ada akan kita lampiaskan ke hal-hal lain, contohnya menyalahkan pasangan kita.
Selanjutnya proses bargaining yang berarti kita akan berandai-andai melakukan penawaran untuk mencegah hal buruk tersebut terjadi. Di tahap ini biasanya kita menganggap hubungan asmara yang kita jalani masih bisa dipertahankan. Ada macam-macam cara tergantung akar permasalahannya apa. Bisa berandai jika memperbaiki komunikasi dengan pasangan maka hubungan tidak berakhir. Nah, setelah kita melalui proses yang telah disebutkan tadi, baru kita akan menerima hal buruk terjadi atau yang hilang tidak akan kembali. Di tahap ini kita sudah bisa bilang ke diri sendiri, “ga apa-apa kok.” Bahkan perlahan kita sudah bisa menjalani hari-hari kita tanpa pasangan dengan baik-baik saja.
Sudah jelas kan kalau proses penerimaan bukan waktu yang instan? Mie instan saja hingga dia bisa disajikan dan dimakan butuh proses dan waktu, apalagi move on kan? Jadi, jangan gegabah meminta diri sendiri agar lupa kenangan atau rasa sakit dalam waktu sekejap! Jangan risau juga kalau teman kita sering bertanya, “kok ga move on-move on sih? Lama!“
Waktu proses penerimaan masing-masing orang tidak sama. Jadi, kita tidak berhak menghakimi proses orang tersebut. Ada yang cepat atau lambat setiap orang punya porsi sendiri-sendiri. Pasti kita punya teman yang punya pacar baru setelah beberapa minggu putus dengan mantan meskipun menjalin hubungan bertahun-tahun. Ada juga golongan orang-orang yang gagal move on bahkan sudah diingatkan dan dinasihati oleh temannya ratusan kali.
Perbedaan Patah Hati Sebelum dan Sesudah Umur 20
Namanya patah hati tentu tidak ada yang baik-baik saja. Saya juga pernah merasakan sedih, marah, tidak percaya diri, tidak nafsu makan, bahkan ada rasa penyesalan. Rasanya juga tidak semangat menjalani hidup. Apalagi kalau mendengar lagu yang serasa mewakili kisah saya saat itu, membuat saya menjatuhkan air mata lagi. Lagu tersebut seperti menyulam lagi kenangan-kenangan dengan mantan hingga akhirnya sulit move on deh.
Mengutip kalimat Rachel Vennya bahwa kita sebagai manusia akan sekolah sepanjang usia. Artinya, tidak ada manusia yang benar-benar selesai dengan proses pembelajaran. Jika kita sudah selesai dengan satu persoalan, maka kita akan dihadapkan dengan persoalan yang lain.
Dari beberapa kali patah hati yang pernah saya alami pastinya memberikan pelajaran hidup. Di sisi lain patah hati menemani saya dalam proses pendewasaan dan mengenal hingga mencintai diri sendiri lebih jauh. Melalui perjalanan panjang yang telah saya lalui dan usia terus bertambah, meskipun kedewasaan bukan perkara angka saya merasakan ada perbedaan di dalam diri perihal memaknai episode patah hati. Beberapa perbedaan tersebut, yaitu:
- Merasa Lebih Percaya Diri
Sebelum umur 25, saat melewati proses patah hati rasanya diri sendiri akan disalahkan karena punya segala kekurangan. Ada banyak pertanyaan bersarang di kepala. Pasti pasangan menjauh karena aku kurang cantik? Apa aku kurang tinggi? Atau kulitku tidak putih bersih? Hingga timbul perasaan tidak layak untuk dicintai oleh orang lain.
Proses belajar saya pun berlangsung terus menerus. Setidaknya, lambat laun saya lebih kenal dan cinta dengan diri sendiri. Saya sadar standar kecantikan setiap orang punya makna beragam. Setiap manusia diciptakan dengan keunikan masing-masing. Toh, rasa cinta juga bukan kecantikan ukurannya. Buktinya akhir-akhir ini banyak terkuak isu perselingkuhan selebriti padahal ia punya pasangan yang enak dipandang.
Tidak melulu tentang kekurangan, tetapi saya sama seperti manusia lain yang juga mempunyai kelebihan. Hal-hal yang membuat saya lebih percaya diri, yaitu saya mempunyai beberapa hal yang baik di dalam diri. Setidaknya untuk saya banggakan di depan cermin.
- Upgrade Diri
Saya juga sadar atas kekurangan yang ada di dalam diri. Dulu, ketika patah hati saya ingin memperbaiki diri karena adanya ego untuk membalas dendam agar mantan menyesal. Mulai merawat diri, rajin membaca buku, dan menyibukkan diri dengan kegiatan organisasi. Saya belum sadar bahwa meng-upgrade diri diperlukan semata-mata untuk kebaikan diri sendiri bukan orang lain.
- Ga Nge-block Semua Media Sosial Mantan
Pasti kita pernah menyembunyikan status media sosial mantan, menghapus nomor telepon bahkan nge-block nomor telepon mereka ketika hubungan sudah berakhir. Tujuannya biar cepat lupa atau alasan karena masih kesal dengan kelakuan si mantan. Ya, tidak ada yang salah dan sah-sah saja. Sudah hak kita untuk mengontrol apa yang bisa kita kendalikan.
Babak baru telah dimulai. Setelah umur 20, ketika lagi-lagi sayap hati patah, saya sudah tidak melakukan hal-hal di atas. Sempat saya berpikir demikian bahkan saya sudah mengkomunikasikan hal tersebut. Di luar perkiraan ternyata saya sekuat itu untuk menonton status media sosial “oknum” yang mencabik sayap hati saya itu.
Saya tidak tahu apakah ini patah hati paling dewasa atau bukan. Tapi untuk takaran diri saya sendiri ini merupakan patah hati yang lebih dewasa dibanding sebelum-sebelumnya. Hal itu sudah pasti patut diapresiasi.
- Ada Peningkatan Kesadaran Diri
Proses belajar mengenal diri memang membawa dampak baik untuk diri sendiri. Contoh saja, saat patah hati tidak harus memaksa diri sendiri secepat kilat amnesia. Setelah adanya kesadaran diri, saya lebih menghargai dan mengenali emosi apa saja yang sedang saya rasakan. Ya, tidak apa-apa kalau butuh waktu untuk bersedih sementara waktu atau pun menangis tersedu-sedu sampai habis ratusan lembar tissue. Mengutip greatmind.id, Vito Gusman mengatakan “belajar berdamai dengan perasaan yang kita punya karena itu adalah tanggung jawab kita masing-masing.”
Saya pun memilih untuk mengenali dan menghargai emosi saya. Tanggung jawab saya adalah untuk tidak berlarut-larut atas emosi-emosi negatif tersebut. Kasihan sekali jika melihat diri saya sendiri terkurung dengan rasa sedih dan marah begitu lama. Padahal orang lain tak peduli akan hal itu.
- Sadar Bahwa dalam Hubungan, Cinta Saja Ga Cukup
Semakin bertambah umur tentu keterikatan hubungan asmara bukan perkara pertanyaan sekarang sedang apa dan sudah makan atau belum. Hubungan asmara menjadi lebih kompleks dari dua pertanyaan tadi. Saya sadar, secinta-cintanya kita dengan pasangan kalau ada perbedaan prinsip, restu orang tua, visi, misi, dan kepercayaan akan kalah. Jika hubungan tidak bisa dilanjutkan, maka kita harus merelakan hubungan kandas.
Episode patah hati membawa perjalanan panjang tentang pelajaran untuk mengenal diri sendiri. Mengutip kalimat di TikTok bahwa, seseorang yang datang ke hidup kita punya dua makna entah kita akan memberikan pelajaran atau mereka yang kita beri pembelajaran. Jika kita dipisahkan berarti tugas kita atau mereka sudah selesai.