Informasi menarik, unik terbaru dan terpercaya

Story Medsos: Media Paling Dekat untuk Membandingkan Hidup

Di zaman yang serba cepat seperti sekarang, siapa sih yang ga punya media sosial (medsos)? Bahkan pengguna medsos di Indonesia terus bertambah setiap tahun, loh. Mengutip dari dataindonesia.id, pengguna medsos pada Januari 2022 mencapai 191 juta. We are social mencatat WhatsApp sebagai medsos yang penggunanya paling banyak di Indonesia menyusul Instagram, Facebook, dan Tiktok.

Melihat dari lingkungan di sekitar saya, malahan banyak teman saya di satu platform mereka punya akun medsos lebih dari satu atau biasa disebut second account. Tujuannya pun beragam, ada yang khusus untuk mengunggah karya seperti tulisan, menjual sesuatu, sampai untuk menjaga citra diri supaya ga turun karena ga bisa mengunggah kegiatan sehari-hari di first account. Ga heran kalau pengguna medsos di Indonesia terus bertambah.

Menurut laporan dari We Are Social, rata-rata orang Indonesia mengakses media sosial  antara 60 menit sampai 180 menit lebih dalam sehari. Kaum perempuan lebih banyak menghabiskan waktu berkutat di medsos dibanding laki-laki. Setidaknya kaum perempuan usia 16-24 tahun mengakses medsos rata-rata selama 193 menit per hari, sedangkan laki-laki selama 163 menit/hari. 

Pentingnya Literasi Bermedia Sosial

Lamanya periode penggunaan medsos tidak terlepas dari manfaat medsos sebagai salah satu alat komunikasi. Sekarang ga usah repot-repot kalau mau tahu kabar sanak saudara yang jauh ada di beda pulau. Medsos bisa mendekatkan yang jauh terasa tanpa sekat. Jalinan silaturahmi pun bisa terjaga erat. 

Sebagai alat komunikasi, medsos juga terus berinovasi dengan fitur-fitur yang ada di dalamnya. Dulu, story instagram belum punya fitur teman dekat atau close friend. Hingga sekarang ada fitur reels, adanya musik di fitur story dan postingan. Begitupun TikTok yang sekarang punya fitur TikTok shop. Begitu pun dengan WhatsApp yang memperbaharui tampilan layarnya jika kita sedang menelepon dan ada juga tanda jika kita mendapatkan balasan dari story yang kita buat. Inovasi ini tentu saja hadir untuk membuat nyaman pengguna medsos. 

Sayangnya, keberadaan medsos bak pisau bermata dua, ada faedah tetapi ada mudaratnya juga. Jika penggunaannya tidak dibarengi dengan literasi dan kebijaksaan, medsos perlahan bisa merenggut nurani. Dengan gampangnya kita akan menemukan komentar-komentar negatif di postingan artis atau bahkan di medsos kita sendiri. Komentar negatif yang paling sering kita jumpai adalah tentang body shaming.

Pengalaman buruk terkait body shaming di medsos juga datang dari saya sendiri. Saya masih ingat ketika saya sedang melakukan siaran langsung bareng teman, ada orang yang saya tidak kenal mengeluarkan komentar tentang bentuk tubuh saya yang gemuk. Rasanya tentu sedih sekali membaca komentar itu. Ada juga teman saya yang sudah lama tidak bertemu, ia membalas story di WhatsApp terkait bentuk tubuh adik saya yang kurus dan tidak gemuk lagi. “Sekarang adikmu lebih kurus, ga gemuk lagi ya,” tulisnya. Alangkah baiknya jika berpikir terlebih dahulu sebelum menulis komentar negatif kepada seseorang. 

Kemampuan literasi media seseorang juga dibutuhkan untuk menyaring informasi yang ada di medsos. Tidak semua informasi yang disuguhkan seseorang lewat akun medsosnya perlu kita cerna dalam-dalam. Pada dasarnya, lewat medsos mereka hanya menampilkan sisi yang mereka ingin tampilkan saja, yaitu sisi baik atau bahagia mereka saja. Mereka tidak akan menampilkan bagaimana mereka berjuang mendapatkan beasiswa kuliah, bagaimana mereka melewati rasa sulit karena kantong kering, bagaimana usaha kerasnya untuk mendapatkan pekerjaan impian, atau bagaimana mereka menahan rasa sakit karena perceraian orang tua.

Story Medsos Orang-orang dari Kaca Mata Usia 25

Kadang kebahagiaan di medsos dijadikan standar kebahagiaan seseorang. Buat orang kadang lupa bersyukur sama hidup sendiri. Lupa kalau medsos adalah dunia maya. Apalagi di usia yang rentan terhadap pencarian jati diri seperti usia 25 yang saya rasakan saat ini. Banyak story medsos orang-orang yang kadang membuat saya menciptakan titik perbandingan terhadap apa yang saya miliki. Seolah-olah story medsos mereka menggempur ketenangan hidup saya. Berikut apa saja story medsos orang-orang dari kaca mata usia seperempat abad yang sering saya lihat.

Banyak Teman yang Menikah

Pada waktu usia 20 tahun ke atas lebih tepatnya setelah lulus kuliah, banyak dari teman saya yang memutuskan untuk menikah. Dengan pemikiran ini, ga heran kalau pada waktu-waktu tertentu story medsos orang-orang dipenuhi dengan acara pernikahan. Saya sering melontarkan pertanyaan kepada mereka alasan kenapa berani memutuskan menikah di usia yang masih bisa dibilang muda. Kebanyakan mereka menjawab karena mereka sudah menemukan jodoh mereka untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Namun, saya sangat salut terhadap keberanian mereka karena berkomitmen untuk menikah di usia muda. Kalau melihat diri sendiri di usia saat ini maunya liburan atau main yang jauh.

Teman Punya Anak

Setelah story medsos tentang pernikahan kemudian ada story medsos teman-teman yang menggunggah perkembangan anaknya yang sudah bisa berjalan atau tidur sendiri. Kadang saya malu kepada diri sendiri karena di waktu yang bersamaan saya sedang makan jajanan anak-anak kecil seperti Nyam-nyam. 

Pencapaian Orang-orang

Di usia 25 tahunan saya menemui banyak dari teman saya yang mengunggah keberhasilan mereka lewat akun medsosnya. Contohnya, diterima kerja di perusahaan multi nasional yang bergengsi atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang lekat dengan kemapanan. Sedangkan saya melihat diri sendiri berdiri di depan cermin dengan gaji Upah Minimum Regional (UMR) Jogja yang terasa ga ada istimewa-istimewanya.

Teman-teman Lanjut S2

Setelah lulus kuliah S1, kita akan dihadapkan dengan dua pilihan yaitu mau kerja atau kuliah. Orang yang banyak duit ya kuliah, sedangkan orang yang mau cari cuan ya kerja. Hal yang paling nyesek adalah orang yang ingin kuliah, tapi terbentur dengan biaya.

Pamer Kemesraan dengan Pasangan

Ga ada orang yang mau hidup sendiri di masa tua mereka. Di usia 25 tahunan waktu yang tepat untuk memulai menjalani hubungan percintaan yang lebih serius. Ga heran kalau beberapa teman saya juga memulai langkah tersebut. Caranya dengan minta dikenalkan atau dijodohkan dengan orang lain. Sebenarnya ga ada yang menyuruh cepat-cepat menikah atau punya calon. Bisa jadi melihat teman yang lain di medsos bermesraan dengan kekasih jadi salah satu acuan untuk segera mencari pasangan.

Ga bisa dipungkiri tantangan hidup di zaman sekarang memang terasa lebih berat dibanding zaman dulu. Rasanya perihal membandingkan hidup sendiri dengan orang lain sekarang lebih mudah dilakukan. Lha wong sekarang gampang banget melihat orang lain yang hidupnya terasa sempurna di dunia maya. Tapi, ga apa-apa itu hak mereka untuk merayakan setiap kemenangan di hidup mereka lewat medsos. Yang perlu diubah adalah pola pikir untuk tidak membandingkan hidup kita dengan orang lain. Ingat! Setiap bunga punya waktu mekar yang ga sama. Setiap kereta juga punya jadwalnya masing-masing.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *